TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN SBAR

Contoh Scipt penerapan teknik komunikasi SBAR di Rumah Sakit   Situation (s) Sebutkan: Salam, Identitas pelapor dan asal ruang perawatan, Identitas pasien, dan Alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara subyektif dan obyektif. Dengan kata-kata: Assalamualaikum/Selamat pagi/siang/malam dok, saya Perawat Dewi dari ruangan HCU RSUD Provinsi NTB, Hendak melaporkan pasien Tn/Ny/An. X. Saat ini kondisi pasien Apatis/gelisah dengan GCS E4V3M5 tanda-tanda vital. TD: 90/52 mmHg MAP 65 , N: 65x/mnt, RR: 30X/mnt, SPO2 : 96%. Produksi drain dalam 3 jam post op sebanyak 500cc. Urin 100 cc pekat.    Background (B) Sebutkan: Latar belakang pasien, yaitu Riwayat Penyakit Sekarang (RPS), Alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), Pengelolaan pasien yang sudah berjalan, dan  Terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang signifikan).   Diagnosa medis Ca. Endemotrium post His

ASKEP PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow. Kekurangan oksigen dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa seseorang, oleh karena itu masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap system pernapasan (respiratori) menuntut asuhan keperawatan yang serius.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan, sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis. (Arif Muttaqin, 2008)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
2.2 Etiologi

a. Depresi Sistem saraf pusat
Takar lajak obat, anastesi, opioid, cedera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia, dan hiperkapnia mempunyai kemampuaan dalam menekan pusat pernafasan. Pada pasien ini pernafasan, pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Henti nafas dapat terjadi pada kasus-kasus berat.

b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. Sindrom Guillanial-Barre, miastenia gravis, kerusakan pada segmen servikal medulla spinalis, lesi yang akut pada batang otak dalam multiple sklerosis dan poliomyelitis adalah contoh-contoh penyakit seperti ini.

c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

d. Trauma
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

2.3 Tanda dan gejala

Tanda :
 Gagal nafas total
• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
 Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
• Ada retraksi dada.
Gejala :
• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
• Hipoksemia yaitu t./,akikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).

2.4 Patofisiologi

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.

• Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
• Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeadaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.



















2.5 Pemeriksaan penunjang
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri: pentinguntuk menentukan adanya asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mmengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolic, alkalosis metabolic atau keduanya.
Hipoksemia:
• Ringan : PaO2 < 80 mmHg • Sedang : PaO2 < 60 mmHg • Berat : PaO2 < 40 mmHg b. Pemeriksaan rontgen dada: Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui’ c. Hemodinamik: Tipe I : peningkatan PCWP d. EKG: adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. e. Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau, warna dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekatan terhadap kuman penyebab. f. Pengukuran fungsi paru: penggunaan respirometer untuk menggetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan retraksi paru. FEV1 normal > 83%.

2.6 Penatalaksanaan medis

 Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi atau nasal prong
 Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
 Inhalasi nebulizer
 Fisioterapi dada
 Pemantauan hemodinamik/jantung
 Pengobatan: bronkodilator, steroid
 Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
 Steroid
 Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.
 Obat-obatan:
- Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
- Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalis

2.7 Asuhan Keperawatan
Pengkajian Primer
Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.
Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan.
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes
Sirkulasi
• Tanda : Takikardia, irama ireguler
• S3S4/Irama gallop
• Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
• Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
• TD : hipertensi/hipotensi
• Nyeri/Kenyamanan
• Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
• Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis.

Pernapasan
• Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
• Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor

Keamanan
• Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
Penyuluhan/pembelajaran
• Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker

1. Pengkajian persistem
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolent). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.
B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.
B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.
2. Diagnosa keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
3) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolism, dan proses keganasan.
5) Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap kematian, tindakan diagnostic.
6) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum sekunder dan peningkatan laju metabolism.
3. Intervensi
Diagnose 1:
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran gas membaik.
Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam batas normal.
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)

Rencana Intervensi Rasional
Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output. Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
Tempatkan klien pada posisi semifowler. Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2. Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.



Diagnosa 2:
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif, klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas.
Kriteria hasil :
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing/ronchi (-)
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
- Dapat medemonstrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang melekat dijalan napas
Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan naps dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengektifkan pembersihan jalan napas.
Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada. Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
Kolaborasi pembetian obat
Bronkodilator golongan B2
• Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg

• Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolusb IV 5-6 mg/kgBB

Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langnsung menuju area bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
Agen mukolitik dan ekspetoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret peru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspetoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkhus.

Diagnosa 3:
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
Tujuan: setelah dilakukan asukan keperawatan 1x24 jam klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil :
- Nafas sesuai dengan irama ventilator
- Volume nafas adekuat
- Tidak nampak adanya cheynes stoke, biot, bradipnea, hiper/hipoventilasi.
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi: Rasional
Kaji RR, auskultasi bunyi napas sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
Beri posisi high fowler atau semi-fowler Rasional : mengembangkan ekspansi paru
Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif. membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
Lakukan fisioterapi
membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru.
Berikan oksigen sesuai program memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi
Monitor peningkatan dan pengeluaran sputum sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru.
Berikan bronchodilator sesuai indikasi otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi

Diagnosa 4
Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolisme, dan proses keganasan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperwatan 1x24 jam terjadi penurunan distress GI, tidak terjadi anoreksia/intake adekuat.


Kriteria evaluasi:
- Adanya perbaikan nutrisi / intake
- Dapat mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.
Rencana Intervensi Rasional
Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya.

Makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan.
Makanan yang disukai mendorong anak untuk makan dan meningkatkan intake.
Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna. Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada gi sehingga sulit dicerna
Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam. Pertahankan kesegaran ruangan. Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi. Ahli diet adalah spesialisasi dalam ilmu gizi
yang dapat membantu klien memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badan klien.




















Diagnose 5
Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap kematian, tindakan diagnostic.
Tujuan: setelah diberikan assuhan keperawatan 2x24 jam kecemasan keluarga dan klien menurun
Kriteria evaluasi :
- Klien tampak tenang.
- Klien dapat mengekspresikan perasaannya.
Rencana Intervensi Rasional
Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing. Pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan.
Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi pasien kepada individu maupun keluarga. Menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

4. Pelaksanaan /Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan gagal nafas didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
 DRABCD (dengger, respon, airway, breathing, circulation, disability)
 Mempertahankan ventilasi yang adekuat.
 Menjaga bersihan jalan nafas
 Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka/ cemas.

5. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi dirubah).

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

3.2 SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & suddarth. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC
Sumber lain:
Ners Ajibarang. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal Nafas http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html
Hani Kami Oji. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal nafas.
http://hanikamioji.wordpress.com/2009/04/23/askep-gagal-napas/feed/
Trinoval Yanto Nugroho. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas. http://www.trinoval.web.id/search/label/Askep

Komentar

Posting an populer

Tips dan Trik Lulus CPNS 2021

ARTI KATA MANIFESTASI

FILSAFAT KEPERAWATAN