TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN SBAR

Contoh Scipt penerapan teknik komunikasi SBAR di Rumah Sakit   Situation (s) Sebutkan: Salam, Identitas pelapor dan asal ruang perawatan, Identitas pasien, dan Alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara subyektif dan obyektif. Dengan kata-kata: Assalamualaikum/Selamat pagi/siang/malam dok, saya Perawat Dewi dari ruangan HCU RSUD Provinsi NTB, Hendak melaporkan pasien Tn/Ny/An. X. Saat ini kondisi pasien Apatis/gelisah dengan GCS E4V3M5 tanda-tanda vital. TD: 90/52 mmHg MAP 65 , N: 65x/mnt, RR: 30X/mnt, SPO2 : 96%. Produksi drain dalam 3 jam post op sebanyak 500cc. Urin 100 cc pekat.    Background (B) Sebutkan: Latar belakang pasien, yaitu Riwayat Penyakit Sekarang (RPS), Alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), Pengelolaan pasien yang sudah berjalan, dan  Terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang signifikan).   Diagnosa medis Ca. Endemotrium post His

TENTAMINA SUICIDE

TENTAMINA SUICIDE
A.PENGERTIAN

• Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
• Bunuh diri adlah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna kelihat, 1991).
• Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengahiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Terdapat 2 jenis bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung :
• Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan seperti pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, melompat dari tempat yang tinggi, menembak diri, menenggelamkan diri.
• Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas sex bebas ,ketidak patuhan program medis, olah raga yang membahayakan.
Menurut Iyus Yosep terdapat tiga jenis bunuh diri yang bisa di identifikasi:
• Bunuh diri anomik: bunuh diri yang diakibatkan factor stress dan juga akibat tekanan ekonomi. Factor lingkungan yang penuh yang penuh tekanan/stess beperan dalam mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan terjadinya bunuh diri anomik ini tidak bisa di prediksikan.
• Bunuh diri altruistic, berkaitan dengan kehormatan seseorang. Contohnya budaya hara-kiri yang berada di jepang. Seorang pejabat yang gagal melaksanakan tugasnya akan memilih menikam/merobek perutnya sendiri. Putus cinta atau putus harapan juga kerap membuat seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
• Bunuh diri egoistic, merupakan bunuh diri yang mudah untuk diprediksi. Perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian serta respon terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta perhatian untuk eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.

B. Perilaku Bunuh Diri Dibagi Menjadi Tiga Kategori

1. Ancaman bunuh diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.


Perilaku desktruktif diri tak langsung meliputi perilaku berikut
 Merokok
 Mengebut
 Tindakan criminal
 Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
 Penyalahgunaan zat
 Perilaku yang menyimpang secara sosial
 Perilaku yang menimbulkan stress
 Gangguan makan
 Ketidakpatuhan pada tindakan medic

C. Pasien bunuh diri dibagi dua:

Kapita selekta kedokteran membagi pasien bunuh diri menjadi dua, yaitu:

- Egoalien: keinginan bunuh diri terasa aneh dan kurang pada tempatnya.
- Egosintonik: keinginan tersebut sudah sesuai dengan dirinya.

D. Etiologi/Penyebab Bunuh diri
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
 Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
 Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
 Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
 Cara untuk mengakhiri keputusasaan.


1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori Sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori Psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
 Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
 Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
 Tangisan untuk minta bantuan
 Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik.
Cook dan Fontaine (1987) menerangkan penyebab bunuh diri masing-masing dengan umur:
Penyebab Bunuh Diri Pada Anak:
1. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
2. Situasi keluarga yang kacau
3. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
4. Takut atau dihina disekolah
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Dihukum orang lain
Penyebab Bunuh Diri Pada Remaja:
1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Keadaan fisik
7. Masalah dengan orang tua
8. Masalah seksual
9. Depresi
Penyebab Bunuh Diri Pada Mahasiswa:
1. Self ideal terlalu tinggi
2. Cemas akan tugas akademik yang banyak
3. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orangtua
4. Kompetisi untuk sukses
Penyebab Bunuh Diri pada Usia Lanjut:
1. Perubahan dari status mandiri ke tergantung
2. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3. Perasaan tidak berarti dimasyarakat
4. Kesepian dan isolasi sosial
5. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
6. Sumber hidup berkurang.



E. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian.
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
Faktor resiko bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1987), sebagai berikut:
Faktor Risiko tinggi Risiko rendah
Umur
Jenis kelamin
Status kawin
Jabatan
Pengangguran
Penyakit fisik
Gangguan mental
Pemakaian obat dan alkohol 45 tahun dan remaja
Laki-laki
Cerai, pisah, duda/janda
Profesional
Pekerja
Kronk, terminal
Depresi, halusinasi
Ketergantungan 25 – 45 tahun dan <12 tahun
Perempuan
Kawin
Pekerjaan kasar
Pekerjan
Tidak ada yang serius
Gangguan kepribadian
Tidak

Faktor predisposisi :
Diagnosa psikiatri, Personality traits, Psychosocial mileu,
Riwayat keluarga, Faktor biokimia





Factor yang mempengaruhi bunuh diri Iyus Yosep (2009), sebagai berikut:

1. Factor Mood dan biokimia otak
Ghanshyam, menemukan bahwa aktifitas enzim didalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keingginan untuk mengakhiri nyawa sendiri. Ditemukan bahwa tingkat protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
2. Factor riwayat gangguan mental
Seseorang yang memiliki riwayat gangguan mental/ gangguan psikis memiliki potensi atau kecendrungan lebih besar untuk mengakhiri hidupnya.
3. Factor meniru, imitasi dan pembelajaran.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarga yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau proses pembelajaran dari pengetahuan lainnya.
4. Factor isolasi sosial atau human relations.
Secara umum stress muncul karena kegagalam beradaptasi. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang yang disayanggi. Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami yang membunuh istrinya, kemudian dilanjutkan dengan membunuh dirinya sendiri.
5. Factor hilangnya perasaan aman dan ancama kebutuhan dasar.
Tidak adanya rasa aman serta ancaman tempat tinggal berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaaan seseorang hingga tahap bunuh diri. Factor pengangguran, kemiskinan, malu, ketidak mampuan dalm kehidupan dan tekanan lain juga merupakan factor penyebab seseorang bunuh diri.
6. Factor religious
Bunuh diri merupakan gejala menipisnya iman atau kurang memehami ilmu agama. Dengan alasan apapun dan dalam agama apapun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. 
F. Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :
Adatif Maladaptif
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
 Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
 Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
 Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
 Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
 Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.



G. Manifestasi Klinis
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.
a. Mood/affek
Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk dihukum.
b. Perilaku/behavior.
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat – obatan, berkelahi, lari dari rumah.
c. Sekolah dan hubungan interpersonal.
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman – temannya, kegiatan – kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
d. Ketrampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.
H. Patofisiologi
Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor, respons individu terhadap stressor, tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta tingkat stress yang dialami, individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan jika gagal ia berespon secara maladaptive dengan menggunakan koping bunuh diri.
Rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.


Pohon Masalah

 Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

 Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu yang sudah dimiliki misalnya kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal, kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.

 Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi, dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.
 Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk menagkhiri kehidupan, keadaan ini didahului oleh respons maladaptive yang telah disebutkan sebelumnya. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Asuhan Keperaatan Tentamina Suicide
________________________________________
1. Pengkajian
a. Pengkajian Lingkungan Upaya Bunuh Diri
 Presipitasi kehidupan yang menghina/menyakitkan
 Tindakan persiapan metoda yang dibuituhkan, mengatur rencana, membicarakn tentang bunuh diri, memberiakn milik berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
 Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematika
 Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
 Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui


b. Petunjuk Gejala
 Keputusasaan
 Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
 Alam pearsaan depresi
 Agitasi dan gelisah
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
c. Penyakit Psikiatrik
 Upaya bunuh diri sebelumnya
 Kelainan afektif
 Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat
 Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
 Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia
 Kombinasi dari kondisi diatas
d. Riwayat Psikososial
 Baru berpisah, bercerai atau kehilangan
 Hidup sendiri
 Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami
 Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah)
 Penyakit medik kronik
 Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat
e. Faktor-Faktor Kepribadian
 Impulsif, agresif, rasa bermusuhan
 Kekakuan kognitif dan negatif
 Keputusasaan
 Harga diri rendah
 Batasan atau gangguan kepribadian antisosial
 Riwayat Keluarga
 Riwayat keluarga perilaku bunuh diri
 Riwayat kelaurga gangguan afektif, alkoholisme atau keduanya
No. Masalah Ds. Do.
1. Perilaku bunuh diri Menyatakan inggin bunuh diri/ inggin mati saja tak ada gunanya hidup. Ada isyarat bunuh diri, ad aide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
2. Koping mal adaptif. Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia dan tak ada harapan. Nampak sedih, Nampak marah, gelisah, tak dapat mengontrol infuls.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan perilaku destruktif-diri atau bunuh diri:
1. Resiko mencidrai diri berhubungan dengan prilaku bunuh diri (suicide)
2. Dorongan kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi.
3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
4. Gangguan konsep diri perasan tidak berharga berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).


Intervensi/ Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnose 1
Resiko mencidrai diri berhubungan dengan prilaku bunuh diri (suicide)
Tujuan umum: klien tidak menciderai diri.
No. Tujuan khusus Tindakan/ intervensi
1. Klien dapat membina hubungan
saling percaya. - Pekenalkan diri dengan klien.
- Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan
tidak menyangkal.
- Bicara dengan tegas, jelas dan jujur.
- Bersifat hangat dan bersahabat.
- Temani klien saat keinginann mencederai diri.
2. Klien dapat terlindungi perilku bunuh diri. - Jauhkan klien dari benda-benda yang
dapat membahayakan (silet, gunting, tali, kaca,
dan lain-lain).
- Tempatkan klien diruang yang tenang dan
selalu terlihat oleh perwat.
- Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya. - Dengarkan keluhan yang dirasakan
- Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusan.
- Beri dorongn untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
- Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan
arti penderitaan, kematian, dan lain-lain.
- Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien
yang menunjukan keingginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga
diri. - Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi keputusasaannya.
- Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
- Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (missal: hubungan antara sesame, keyakinan,
hal-hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan
koping yang adaptif - Ajarkan untuk mengindentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan tiap hari (missal:jalan-jalan, membaca buku favorit).
- Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan
yang ia sayang dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
- Beri dorongan untuk berbagi keperihatinan pada
Orang lain yang mempunyai suatu masalah dan
atau penyakit yang sama dan telah mempunyai penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif.
6. Klien dapat menggunakan
dukungan sosial. - Kaji dan manfaatkan sumber-sumbereksternal
Individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, kepercayaan
Agama yang di anut).
- Kaji system pendukung keyakinan (nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaa, kepercayaan agama).
- Lakukan rujukan sesuai indikasi (missal: konseling pemuka agama)
7. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat. - Diskusikan tentang obat (nama, dosis, efek dan
efek samping minum obat).
- Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
- Anjurkan membicarakan efek dan efek samping
yang dirasakan.
- Beri imforment positif bila menggunakan obat
dengan benar.
Diagnosa keperawatan 2:
Dorongan kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi.
Tujuan jangka panjang:
Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik.
Tujuan jangka pendek:
1. Klien tidak akan melakukan kativitas yang mencederakan dirinya
Intervensi Rasional
Observasi prilaku klien lebih sering melui aktivitas dan interaksi rutin. Hindari kesan pengamatan dan mencurigakan.
Observasi ketat di butuhkan aagar intervensi dapat terjadi jika dan dibutuhkan untuk memastikan keamanan klien.
Siapkan lingkungan yang aman dan singkirkan benda berbahaya dari lingkungan pasien. keamanan klien merupakan prioritas keperawatan.
Dorong klien untuk berbicara tentang prasaan yang dimilikinya sebelum prilaku ini terjadi. Agar dapat memecahkan masalah dan memahami factor pencetus
Arahkan kembali prilaku menciderai diri dengan penyaluran fisik Latihan fisik merupakan cara yang aman untuk menyalurkan ketegangan yang terpendam.
Komitmen semua staf untuk memberikan spirit/ dukungan kepada klien . Bukti control terhadap situasi dan memberikan semangat hidup.


No. Focus
Intervensi
2. Pasien kan mengidentifikasi aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
a. Identifikasi kekuatan-kekuatan pasien
b. Ajak klien untuk berperan serta dalam aktivitas yang disukai dan dapat dilakukannya
c. Dukung kebersihan diri dan keinginan untuk berhias
d. Tingkatkan keinginan untuk berhias
e. Tingkatkan hubungan interpersonal yang ketat
3. Pasien akan mengimplementasikan dua respon protektif-diri yang adaptif
a. Permudah kesadaran, penerimaan dan ekspresi perasaan
b. Bantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat
c. Identifikasi alternatif cara koping
d. Beri imbalan untuk perilaku koping yang sehat.
4. Pasien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat.
a. Bantu orang terdekat untuk berkomunikasi secara konstruktif dengan klien.
b. Tingkatkan hubungan keluarga yang sehat.
c. Identifikasi sumber komunitas yang relevan.
d. Prakarsai rujukan untuk untuk menggunakan sumber komunitas.
5. Klien akan menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya.
a. Libatkan pasien dan orang terdekat dalam perencanaan asuhan.
b. Jelaskan karakteristik dari kebutuhan pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi, diagnosis medik, dan rekomendasi tindakan dan medikasi.
c. Dapatkan respon terhadap terhadap rencana asuhan keperawatan.
d. Modifikasi rencana berdasarkan umpan balik pasien.

Diagnosa keperawatan 3:
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
Tujuan Jangka Panjang:
Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan masalah.
Tujuan Jangka Pendek:
a. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b. Klien belajar pendekatan pemecahan masalah
c. Klien menggunakan koping yang konstruktif
Intervensi:
a. Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang bunuh diri
b. Jangan bicara diluar bunuh diri
c. Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri:
d. Dorong klien meneliti alasan untuk hidup dan untuk mati
e. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapai
f. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternatif
g. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri
h. Diskusikan kemungkinan hasil dari alternatif lain
i. Kuatkan koping klien yang sehat
j. Bantu klien mengenali koping yang maladaptif
k. Identifikasi alternatif koping yang lain.
l. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat.
Diagnosa Keperawatan 4:
Gangguan konsep diri berhubungan dengan kegagalan
Tujuan jangka panjang
Klien dapat menerima dirinya dan mempunyai harga diri
Tujuan jangka pendek
a. Mengungkapkan perasaannya
b. Mengidentifikasi hal positif dari dirinya
c. Mendemonstrasikan kemampuannya
Intervensi:
a. Terima klien seadanya
b. Perlihatkan sikap yang memperhatikan
c. Dorong untuk mengungkapkan perasaan
d. Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki (pekerjaan, keluarga, hasil yang dicapai)
e. Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disukai dan dapat ia lakukan
f. Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negatif.

Intervensi Secara umum klien bunuh diri menurut Iyus Yosep (2009), sebagai berikut:
1. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga.
Klien bisa ditolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika mau berbicara dan mendengar dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui kesulitan sendirian tanpa bantuan orang lain. Ketika mendapati seseorang yang hendak melakukan bunuh diri, sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat lingkungan tempat tinggal aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
2. Pahami persoalan dari “kacamata” mereka.
Memahami orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu sikap menerima, sabar dan empati. Perawat berupaya tidak berikap memvonis, memojokkan, bahkan menghakimi mereka yang pumya niat atau gagal melakukan bunuh diri. Yang paling penting adalah menjadi penampung segala keluhan dan menjadi pendengar yang baik. Hindari argumentasi dan nasihat-nasihat.
3. Pentingnya partisipasi masyarakat
Masih banyaknya stigma dan penilaian negatif dimasyarakat kepada klien gangguan kejiwaan. Dukungan keluarga sangat penting untuk menyembuhkan klien gangguan jiwa. Keluarga perlu dukunga masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa dianggap sama dengan penyakit fisik lain seperti DM atau hepatitis yang membutuhkan perawatan dan tenaga ahli serta dianggap cobaan yang menimpa siapa saja.
4. Exspress Feeling
Exspress Feeling (Sharing atau curhat) sangat diperlukan untuk membantu meringgankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang ditawarkan selain menggontrol emosi, mendekatkan diri kepada tuhan juga penting.
5. Lakukan implementasi khusus.
 Semua ancaman diri secara verbal dan non verbal harus dianggap serius oleh perawat. Laporkan segera mungkin dan lakukan tindakan pengamanan.
 Jauhkan semua benda berbahaya dari lingkungan pasien.
 Jika klien beresiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat tidur atau dikamar mandi.
 Observasi dengan cermat saat klien makan ibat, periksa mulut, pastikan bahwa obat telah ditelan, berikan obat dalam bentuk cair jika dimungkinka.
 Jelaskan semua tindakan pengamanan kepada klien, komunikasikan perhatian dan kepedulian perawat.
 Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia telah selesai merenca nakan tindakan bunuh diri.
Implementasi
Prinsip tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama mencederai diri adalah:
 Perlindungan klien
 Contracting for safety
 Meningkatkan harga diri
 Pengaturan emosi dan perilaku
 Menggerakkan dukungan sosial
 Pendidikan pada klien
 Pencegahan bunuh diri


DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama
Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Arif, mansjoes. 1999. Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Komentar

Posting an populer

Tips dan Trik Lulus CPNS 2021

5 TIPS & TATA TERTIP BERKUNJUNG KE RUMAH SAKIT

FILSAFAT KEPERAWATAN