BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering. Mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia limfoblasik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus. Dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukimia mieloid akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukimia. Dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun. Meningkat sedikit pada masa remaja. Leukimia sisanya adalah bentuk kronis: leukimia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari leukimia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam.
Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam. Gambaran klinis umum dari leukimia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi sumsum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedan dalam prognosis.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta permasalahan yang terjadi pada klien dengan leukemia.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses serta asuhan keperawatan yang ditujukan untuk meningkatkan, mencegah, mengatasi, dan memulihkan kesehatan pasien. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya komplikasi, sehingga dalam hal ini perawat perlu mempelajari serta memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan leukemia sehingga dapat mengaplikasikan dalam praktik keparawatan nantinya.
B.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Leukimia
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukemia merupakan penyakit neoplastik yang ditandai adanya proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoitik (Sylvia anderson, 1995). Leukimia merupakan penyait maligna yang disebabkan abnormal overproduksi dari tipe sel darah putih tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang. Karakteristi dari leukimia adalah sel-sel yang abnormal, tidak terkontrolnya proliferasi dari suatu tipe sel darah putih seperti granulosit, linnfosit, monosit.
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka dapat disimpulkan bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a) Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukemia – Lhymphoma Virus/ HLTV).
b) Radiasi & kemoterapi
c) Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d) Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e) Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
C. Jenis Leukemia
1. Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
4. Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen
h. Lumphedenopathy
i. Hepatosplenomegaly
j. Abnormal WBC (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
E. Patofisiologi
Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi dari sel darah putih, kedua adanya sel abnormal atau imatur dari sel darah putih, sehingga fungsi dan strukturnya tidak normal. Produksi sel darah putih yang sagat meningkat akan menekan elemen sel darah yang lain seperti penurunan produsi eritrosit mengakibatkan anemia, trombosit menjadi menurun mengakibatan trombositopenia dan leukopenia dimana sel darah putih yang normal menjadi sedikit.
Adanya trombositopenia mengakibatkan mudahnya terjadi perdarahan dan keadaan leukopenia menyebabkan mudahnya terjadi infeksi. Sel-sel kanker darah putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang dan periosteum yang daat mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang. Disamping itu infilrasi keerbagai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar limfe menyebabkn pembesaran dan gangguan pada organ terkait.
Pathway
Etiologi
proliferasi sel tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang
menggantikan elemen sumsum tulang normal
sel leukemia
overproduksi dari sel darah putih sdp imatur
produksi eritrosit produksi trombosit leukopenia
pucat,lesu
anemia
akumulasi SDP imatur
infiltrasi ke organ2
tulang hati SSP limpa
hepatomegali limfadenopati
Sel-sel kanker darah putih trombositopenia stm.neurologis terganggu
sakit kepala,nausea,diplopia,
Perdarahan
F. Evaluasi Diagnostik
a. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur, hitung darah lengkap biasanya juga menunjukkan normositik, anemia normositik.
b. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
c. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
d. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
e. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
f. PTT : memanjang
g. LDH : mungkin meningkat
h. Asam urat serum : mungkin meningkat
i. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
j. Copper serum : meningkat
k. Zink serum : menurun
l. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
m. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
n. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
o. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
p. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
q. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
r. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan. (Betz, Cecily L. 2002. hal: 301-302).
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi prognosis dan penyakit penyerta.
1. Radioterapi dan Kemterapi, dilakukan etika sel leukemia sudah terjadi metastasis.kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yang bertujuan mempertahankan remisi selama mungkin.
2. Terapi modlitas, untu mencegah komplikasi, karen adanya pansitopenia, anemia, perdarahan, infeksi. Pemberian antibiotik dan mungkin transfusi dapat diberikan.
3. Pencegahan terpaparnya mikroorgansme dengan isolasi
4. Transplantasi sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik dalm penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan limphoma, anemia aplastik.
Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
H. Komplikasi
Leukemia granulositik kronik (LGK) dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses terapi LGK juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
- Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada keadaan LGK dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom.
- Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang pesat.
- Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
- Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke.
- Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
- Kematian.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LEUKIMIA
A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994)
Riwayat Keperawatanü Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala.
ü Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
ü Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot)
ü Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
ü Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus.
ü Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
ü Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
Pemeriksaan fisik meliputi :ü Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
ü Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : dbn
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
ü Pemeriksaan Kepala Leher
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan gusi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.
ü Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.
ü Pemeriksaan Dada dan Thorax
- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
ü Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.
- Perkusi tanda asites bila ada.
ü Pemeriksaan Ekstremitas
Adakah cyanosis kekuatan otot.
SISTEM | DATA SUBYEKTIF | DATA OBYEKTIF |
Aktivitas | Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari | Kontraksi otot lemah Klien ingin tidur terus dan tampak bingung |
Sirkulasi | Berdebar | Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral. |
Eliminasi | Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan output urine. | Perianal absess, hematuri. |
Rasa nyaman | Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot. | Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri. |
Rasa aman | Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman. Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan. | Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung. Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus, |
Makan dan minum | Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan. | Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia). |
Sexualitas | Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten. |
|
Neurosensori | Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa | Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol. |
Respirasi | Nafas pendek, | Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas. |
Penyuluhan/pembelajar | Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfenikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi. Riwayat keluarga yang menderita keganasan. |
|
Pemeriksaan laboratorium
No. | Jenis pemeriksaan | Hasil pemeriksaan | Nilai normal |
1.
2. 3.
4.
5.
6. 7. | Hemoglobin
Complete blood cell (CBC)
Leukosit
PT/PTT
Trombosit
Retikulosit LDH | < 10 gr/100ml
>10.000/mm3
> 50.000/mm3
>12-15 detik (memenjang) < 50000/mm
< 0,5- 1,5%(rendah ) >80-240 U/I | Pria 13,5-18,0 g/dl Wanita 12-16 g/dl 10.000/mm3
50.000/mm3 (5000-10.000 ul) 12-15 detik 50000/mm (150.000-400.000/ul, 300-800/100lap) 0,5- 1,5% 80-240 U/I |
Clinical Pathway
Etiologi
proliferasi sel tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang
menggantikan elemen sumsum tulang normal
sel leukemia
overproduksi dari sel darah putih sel darah putih imatur
produksi eritrosit produksi trombosit leukopenia
pucat,lesu
anemia resiko infeksi
kelemahan akumulasi SDP imatur
suplai O2 ke jar terganggu infiltrasi ke organ2
pola nafas tidak efektif tulang hati SSP limpa
nyeri hepatomegali limfadenopati
Sel-sel kanker darah putih trombositopenia stm.neurologis terganggu
Periosteum sakit kepala,nausea,diplopia,
Perdarahan penglihatan kabur
menginvasi pd sumsum tulang resiko injuri
· menjadi rapuh · nyeri tulang |
resiko syok hipovolemik
B. Analisa Data
No. | Data | Etiologi | Problem |
1. | Ds: Riwayat infeksi yang berulang Do:- suhu tubuh meningkat (S: >38), tampak tanda-tanda infeksi.
| Sel darah putih imatur
Penurunan daya tahan tubuh | Resting infeksi |
2. | Ds: Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari Do: Kontraksi otot lemah Klien tampak tidur terus dan tampak bingung | Produksi sel darah merah menurun
Anemia | Intoleransi aktivitas |
3. | Ds: perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan. Do: memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, atau hepar. | Produksi trombosit menurun
Trombositopenia | Resiko terhadap cedera. |
4. | Ds: muntah, mual, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan. Do: Nadi lemah, TD menurun, RR meningkat, Klien tampak lemah | Mual, muntah
Dehidrasi | Resiko tinggi kekurangan volume cairan |
5. | Ds: klien susah menelan Do: stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia). Bibir tampak kering | Dehidrasi, kemoterapi
| Perubahan membran mukosa mulut |
6. | Ds: Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, sakit pada saat menelan. Do: Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, BB menurun, klien lemah. |
Mual muntah
Intake menurun | Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh |
7.
| Ds: Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot. Do: Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri, RR, TD, N meningkat. | Akumulasi sel darah putih imatur pada tulang | Nyeri |
8. | Ds: - Do: turgor kulit buruk | Dehidrasi | Kerusakan integritas kulit |
9. | Ds: malu, minder Do: rambut rontak, botak | kemoterapi | Gangguan citra tubuh |
10. | Ds: Riwayat keluarga yang menderita keganasan. Do: cemas, perubahan mood dan tampak bingung. | Anak sakit
Peran keluarga berubah | Perubahan proses keluarga |
11. | Ds: Merasa kehilangan Do: Depresi, mengingkari, kecemasan, takut kehilangan, perubahan mood dan tampak bingung.
| Penyakit terminal anak
kematian | Antisipasi berduka |
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331)
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L,2004 )
No. | diagnosa | Tujuan & KH | Intervensi | Rasional |
1 | Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh | Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi Kriteria Hasil: Infeksi tidak terjadi
| a. Pantau suhu dengan teliti b. Tempatkan anak dalam ruangan khusus c. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik d. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive. e. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi f. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik g. Berikan periode istirahat tanpa gangguan h. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia i. Berikan antibiotik sesuai ketentuan | a. untuk mendeteksi kemungkinan infeksi b. untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi c. untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif d. untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
e. untuk intervensi dini penanganan infeksi
f. rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism g. menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler h. untuk mendukung pertahanan alami tubuh i. diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus |
2 | Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
| Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas Criteria Hasil: - Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur - Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan - Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal | a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
| a. menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b. menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan c. mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi d. memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri |
3 | Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
| Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan Criteria Hasil: - - TD 90/60mmHg - - Nadi 100 x/mnt - - Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan) - - Hb 14-18 gr%
| a. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis b. Cegah ulserasi oral dan rectal c. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi d. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut e. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat) f. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin g. Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung. | a. karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia. b. karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah c. untuk mencegah perdarahan d. untuk mencegah perdarahan e. untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
f. karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit g. untuk mencegah perdarahan |
4 | Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
| Tujuan : - Tidak terjadi kekurangan volume cairan - Pasien tidak mengalami mual dan muntah Criteria Hasil: - Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, dan PH urine, dbn. | a. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi b. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi c. Kaji respon anak terhadap anti emetic d. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat e. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering f. Kolaborasi: - Lakukan pemasangan IV line
- Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.
- Pemberian anti muntah
- Pemberian Alluporinol
| a. untuk mencegah mual dan muntah b. untuk mencegah episode berulang
c. karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil d. bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah e. karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik f. U/ mempertahankan kebutuhan cairan tubuh. - Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hctdapat menimbulkan perdarahan. - Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan. - Mencegah timbulnya nefropati
|
5 | Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
| Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral Criteria Hasil: mukosa mulut lembab, peradangan/infeksi oral tidak terjadi | a. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral b. Hindari mengukur suhu oral c. Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa d. Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat e. Gunakan pelembab bibir f. Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil g. Berikan diet cair, lembut dan lunak h. Inspeksi mulut setiap hari i. Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan j. Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia k. Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan l. Berikan analgetik | a. untuk mendapatkan tindakan yang segera b. untuk mencegah trauma c. untuk menghindari trauma d. untuk menuingkatkan penyembuhan e. untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura) f. karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang g. agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak h. untuk mendeteksi kemungkinan infeksi i. untuk membantu melewati area nyeri j. dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa k. untuk mencegah atau mengatasi mukositis l. untuk mengendalikan nyeri. |
6 | Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
| Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat Criteria hasil: - Klien menunjukan peningkatan nafsu makan - Berat badan klien normal
| a. Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan b. Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat c. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas d. Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan e. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering f. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
g. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep | a. jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi b. untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c. untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d. untuk mendorong agar anak mau makan
e. karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik f. kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat g. membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal |
7 | Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
| Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak Criteria Hasil: - Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol - Menunjukkan perilaku penanganan nyeri - Tampak rileks dan mampu istirahat. | a. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5 b. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena c. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi d. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat e. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur | a. informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi b. untuk meminimalkan rasa tidak aman c. untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat d. sebagai analgetik tambahan
e. untuk mencegah kambuhnya nyeri |
8 | Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
| Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit Criteria Hasil: - Turgor kulit elastic - Kelembaban kulit terjaga | a. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal b. Ubah posisi dengan sering c. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan d. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker e. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering f. Dorong masukan kalori protein yang adekuat g. Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi:
| a. karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b. untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit c. mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit d. efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi e. membantu mencegah friksi atau trauma kulit f. untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative g. untuk meminimalkan iritasi tambahan |
9 | Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan
| Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif Criteria Hasil: - Klien mendiskusikan masalah yang dirasakan - Klien merawat diri
| a. Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok b. Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin c. Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus d. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda e. Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik | a. untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut b. karena hilangnya perlindungan rambut
c. untuk menyamarkan kebotakan parsial
d. untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru.
e. untuk meningkatkan penampilan |
10 | Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia
| Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi Criteria Hasil: kekhawatiran keluarga berkurang | a. Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak b. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff c. Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani kehidupan d. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup e. Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan f. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. | a. untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu b. untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan c. untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d. memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis
e. untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
f. untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
|
11 | Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak | Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak Criteria Hasil: - Keluarga siap menerima segala kondisi
| a. Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
b. Berikan kontak yang konsisten pada keluarga c. Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal d. Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
| a. pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya b. untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi c. untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan d. memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami |
E. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
2. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
3. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
4. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
5. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman
6. Masukan nutrisi adekuat
7. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
8. Kulit tetap bersih dan utuh
9. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.
10. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu bersama anak.
11. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.
1
5
hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita penyakit hipofisis, karenatumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan gangguan-gangguan ini.Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang.GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari teknik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat diguanakan untuk mengobati pasien dengan defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis. GHmanusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapatmenyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien dewasa dengan panhipopituitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan caradisuntikan. Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibatdefisiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagaialternatif. Sebagai contoh, insufisiensi adrenal yang disebabkan karena defisiensisekresi ACTH diobati dengan memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksinoral dapat mengobati hipotitoidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberianandrogen dan estrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin ,namun pemberiangonadotropin tersebut dapat menginduksi ovulasi. Defisiensi GH membutuhkaninjeksi GH setiap hari.Insufisiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi inidapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya sel-seltertentu, terbatas pada satu subset sel-sel hipofise anterior (mis: hipogonadismesekunder terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (mis: diabetes insipidus).PATOFISIOLOGIPenyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bilagangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bilagangguan terdapat pada hipotalamus. Penyebab tersebut termasuk diantaranya :
Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atauhipogonadisme.
1
6
Tumor yang merusak hipofise (mis: adenoma hipofise nonfungsional) ataumerusak hipotalamus (mis: kraniofaringioma atau glioma).
Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom sheehan¶s).Diagnosis insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun harus ditegakanmelaui uji biokimia yang sesuai, yang akan menunjukan defisiensi hormon.Panhipopitutarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (Penyakit simmonds) yangditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap dingin, napsu makan buruk, penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dankehilanngan libido. Insufisiensi hipofise pada masa kanak-kanak akanmengakibatkan dwarfisme.
G
angguan sekresi Vasopresin
Vasopresin arginin ( AVP ) merupakan suatu hormon antideuretik (ADH )yang dibuat dinukleus supraoptik dan paraventrikuler hipotalamus bersamadengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkutdari badan ± badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menujukeujung ± ujung saraf yang berada dikelenjar hipofisis posterior tempat penyimpanannya. AVP dan neurofisinnya yang tidak aktif kemudian disekresi bila ada rangsang tertentu. Sekresi AVP diatur oleh rangsangan yangmeningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitascairan esktraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsangsekresi AVP ,AVP kemudian terikat pada sebuah reseptor yaitu AVPR2,ditubulus ginjal melalui pengaktifan
adenilat siklase
dan peningkatan turunansiklis adenosin monofosfat (cA
M
P). Akhirnya meningkatkan permeabilitasepitel duktus koligentes ginjal terhadap air.Gangguan sekresi AVP termasuk
diabetes insipid
u
s
(DI) dan
sindro
m
ketidakpadanan sekresi
ADH (SIADH). Gangguan ini dapat terjadi akibatdekstrusi nukleus hipotalamik yaitu tempat vasopresin disintesis (DI sentral)atau sebagai akibat tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasipresin (DInefrogenik) walaupun kadar hormon ini sangat tinggi.
1
6
Tumor yang merusak hipofise (mis: adenoma hipofise nonfungsional) ataumerusak hipotalamus (mis: kraniofaringioma atau glioma).
Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom sheehan¶s).Diagnosis insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun harus ditegakanmelaui uji biokimia yang sesuai, yang akan menunjukan defisiensi hormon.Panhipopitutarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (Penyakit simmonds) yangditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap dingin, napsu makan buruk, penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dankehilanngan libido. Insufisiensi hipofise pada masa kanak-kanak akanmengakibatkan dwarfisme.
G
angguan sekresi Vasopresin
Vasopresin arginin ( AVP ) merupakan suatu hormon antideuretik (ADH )yang dibuat dinukleus supraoptik dan paraventrikuler hipotalamus bersamadengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkutdari badan ± badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menujukeujung ± ujung saraf yang berada dikelenjar hipofisis posterior tempat penyimpanannya. AVP dan neurofisinnya yang tidak aktif kemudian disekresi bila ada rangsang tertentu. Sekresi AVP diatur oleh rangsangan yangmeningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitascairan esktraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsangsekresi AVP ,AVP kemudian terikat pada sebuah reseptor yaitu AVPR2,ditubulus ginjal melalui pengaktifan
adenilat siklase
dan peningkatan turunansiklis adenosin monofosfat (cA
M
P). Akhirnya meningkatkan permeabilitasepitel duktus koligentes ginjal terhadap air.Gangguan sekresi AVP termasuk
diabetes insipid
u
s
(DI) dan
sindro
m
ketidakpadanan sekresi
ADH (SIADH). Gangguan ini dapat terjadi akibatdekstrusi nukleus hipotalamik yaitu tempat vasopresin disintesis (DI sentral)atau sebagai akibat tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasipresin (DInefrogenik) walaupun kadar hormon ini sangat tinggi.
1
7
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus,termasuk tumor ± tumor dihipotalamus, tumor ± tumor besar hipofisis yangmeluas ke luar sela tursika dan menghancurkan nukleus hipotalamik, traumakepala, cedera hipotalamus pada saat operasi, oklusi pembuluh darahintraserebral dan penyakit ± penyakit granulomatosa. DI nefrogenik dapatditurunkan melalui mutasi dalam reseptor vasopresin.Pasien dengan DI mangalami polidipsi dan poliuria dengan volumeurine antara 5 ± 10 L/ hari kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal inidapat dikompensasi dengan minum banyak cairan. Bila pasien tidak mampumempertahankan masukan air minum, berat badannya menurun, kulit danmembran mukosa menjadi kering. Karena minum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, pasien ± pasien ini akan mengeluh penuh pada perut dan anoreksia. Rasa haus dan buang air kecil berlangsung terus padamalam hari sehingga pasien akan merasa terganggu tidurnya karena harussering buang air kecil pada malam hari. Volume urine menurun dan berat jenisuerine meningkat segera setelah pemberian vasopresin. Pasien ± pasien inimengalami defisiensi vasopresin, namun memiliki respon ginjal yang normalterhadap hormon. Sebaliknya pasien dengan DI nefrogenik gagal untuk merespon AVP.DI sentral diobati dngan AVP. Preparat yang paling sering dipakai 1-deamino-8 D-arginin vasopresin (DDAVP), diberikan intranasal atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari 12 jam sampai 24 jam. DI nefrogenik ditangani dengan penggantian cairan, pengobatan penyakit ginjal yang mendasarinya, dan penghentian terapi lithium bila memungkinkan. Pengobatan dengan kombinasihidroklorotiazid dan amilorid dapat menurunkan beratnya poliuria. Pada anak ± anak dengan DI nefrogenik, keadaan tersebut akan membaik sesuai dengankeadaan umur.SIADH biasanya ditemukan menyertai penyakit ± penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian obat. Pasien akan mengalami sindromhipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan retensi air. Gejala ±gejalanyamerupakan akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem saraf pusatsehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan koma, terutama
1
7
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus,termasuk tumor ± tumor dihipotalamus, tumor ± tumor besar hipofisis yangmeluas ke luar sela tursika dan menghancurkan nukleus hipotalamik, traumakepala, cedera hipotalamus pada saat operasi, oklusi pembuluh darahintraserebral dan penyakit ± penyakit granulomatosa. DI nefrogenik dapatditurunkan melalui mutasi dalam reseptor vasopresin.Pasien dengan DI mangalami polidipsi dan poliuria dengan volumeurine antara 5 ± 10 L/ hari kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal inidapat dikompensasi dengan minum banyak cairan. Bila pasien tidak mampumempertahankan masukan air minum, berat badannya menurun, kulit danmembran mukosa menjadi kering. Karena minum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, pasien ± pasien ini akan mengeluh penuh pada perut dan anoreksia. Rasa haus dan buang air kecil berlangsung terus padamalam hari sehingga pasien akan merasa terganggu tidurnya karena harussering buang air kecil pada malam hari. Volume urine menurun dan berat jenisuerine meningkat segera setelah pemberian vasopresin. Pasien ± pasien inimengalami defisiensi vasopresin, namun memiliki respon ginjal yang normalterhadap hormon. Sebaliknya pasien dengan DI nefrogenik gagal untuk merespon AVP.DI sentral diobati dngan AVP. Preparat yang paling sering dipakai 1-deamino-8 D-arginin vasopresin (DDAVP), diberikan intranasal atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari 12 jam sampai 24 jam. DI nefrogenik ditangani dengan penggantian cairan, pengobatan penyakit ginjal yang mendasarinya, dan penghentian terapi lithium bila memungkinkan. Pengobatan dengan kombinasihidroklorotiazid dan amilorid dapat menurunkan beratnya poliuria. Pada anak ± anak dengan DI nefrogenik, keadaan tersebut akan membaik sesuai dengankeadaan umur.SIADH biasanya ditemukan menyertai penyakit ± penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian obat. Pasien akan mengalami sindromhipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan retensi air. Gejala ±gejalanyamerupakan akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem saraf pusatsehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan koma, terutama
1
8
bila natrium dan serum menurun dibawah 120 mEq/L osmolalitas serumrendah, dan osmolalitas urine tinggi dan meningkat diatas osmolalitas serum.Pada pasien ± pasien ini, BUN dan serun keratinin kadarnya rendah dannatrium urine lebih tinggi dari 20 mEq/L.Pengobatan SIADH didasarkan pada pembatasan pemberian air, yaitu kurangdari 1000 ml/hari dan pemberian 3% - 5% larutan NaCL yang dicampur dengan furosemid. Diureti ini akan menginduksi pengeluaran cairan dan NaCl,yang disimpan dalam bentuk hipertonik. Demeklosiklin, suatu obat yang secaralangsung menghambat efek vasopresin pada tingkat tubulus ginjal, dapatdipakai dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang terjadi akibatadanya SIADH.
Diabetes Insipidus (DI)
Diabetes Insipidus (DI) ditandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadaplesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior.Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragiintrakranial, atau trauma yang mengenai tulanga bagian dasar tengkorak. Kliendengan diabetes insipidus mengeluarkan urine hipotonik dalam jumlah yang besar (5 sampai 6 liter per hari).Diabetes insipidus dikelompokan menjadi nefrogenik (adalah diabetesinsipidus yang terjadi secara herediter dimana tubulus ginjal tidak beresponssecara tepat terhadap ADH, sementara kadar hormon dalam serum normal).Primer (DI yang disebabkan oleh gangguan pada hipofise), sekunder (DI yangdisebabkan oleh tumor pada daerah hipofise-hipotalamus, dan tumor sekunder metatasis dari paru-paru dan payudara, dan DI yang berkaitan dengan obat-obatan diakibatkan oleh pemberian litium karbonat [Eskalith, Lihthobid,Carbolith] dan Demeclocyline [Declomycin] ). Obat-obatan ini dapatmempengaruhi respons tubulus ginjal terhadap air.Insufisiensi hipotalamus membutuhkan terapi penggantian hormon yangsesuai. Terapi penggantian dengan ADH menunjukkan hasil yang efektif dalammengobati DI.
BAB IV
PENUTUP
A.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC; 1999
Sunar Trenggana, Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Komentar